Walau tujuannya sama, bikin orang beli dan penjualan naik, cara nyampeinnya bisa beda. Di sinilah kita kenal dua gaya: hard selling dan soft selling.
Pernah dapet promosi kayak gini?
“Kembali Hadir! Pre Order ke-3 produk terlaris yang disukai banyak orang hingga ludes terjual hanya dalam 3 hari. Dapatkan potongan harga sebanyak 25% + 5% bagi 50 pemesan pertama.”
Nah, menurut kamu ini termasuk hard selling atau soft selling?
Biar nggak bingung, yuk kita bahas bareng di bawah!
Apa itu Hard Selling?
Hard selling itu gaya jualan yang langsung tembak sasaran. Nggak pake basa-basi, tujuannya jelas: bikin kamu beli sekarang juga.
Biasanya pakai kata-kata yang tegas, kadang agak maksa dikit. Gaya ini emang terkesan agresif, tapi cocok banget dipakai pas lagi ada promo besar, stok terbatas, atau target penjualan ngejar deadline.
Meskipun nggak semua orang suka “ditekan”, hard selling bisa bantu mereka yang lagi galau buat cepet ambil keputusan.
Tujuan utamanya?
- Bikin kamu beli cepat
- Bikin kamu beli dalam jumlah tertentu (karena diskon, bonus, atau penawaran terbatas)
Contoh gaya hard selling:
- DISKON GILA-GILAAN HINGGA 70%! Cuma Hari Ini!
- Beli Sekarang, Besok Harga Naik!
- Tambahan diskon 5% buat kamu yang pakai kartu kredit Bank XY!
- Member lama dapet ekstra diskon lagi!
- Langsung ke website resmi kami sebelum kehabisan!
Jadi, kalau kamu pengen bikin audiens langsung gerak dan nggak mikir lama-lama, hard selling adalah senjatamu!
Apa itu Soft Selling?
Soft selling itu gaya jualan yang nggak kelihatan kayak jualan. Pendekatannya halus, persuasif, bahkan sering bikin orang nggak sadar kalau lagi ditawarin produk.
Kalau hard selling kayak teriak “BELI SEKARANG!”, soft selling lebih kayak ngajak ngobrol santai sambil nyelipin solusi dari masalah yang kamu punya. Gaya ini nggak maksa, tapi justru bikin kamu penasaran dan pengen tahu lebih.
Tujuannya?
Bukan cuma buat jualan cepat, tapi buat bangun hubungan baik, naikin kepercayaan, dan pelan-pelan bikin brand kamu jadi top of mind. Emang butuh waktu, tapi hasilnya bisa lebih tahan lama.
Contoh gaya soft selling:
“Kulit kamu sering terasa kering pas musim hujan? Apalagi kalau harus sering aktivitas di luar, rasanya makin nggak nyaman, ya?
Biasanya yang paling terdampak tuh telapak tangan, nggak sempet perawatan, kerjaan numpuk, udah deh, makin kering.
Tapi tenang, sekarang ada cara simpel buat ngelembapin kulit tangan. Pakai hand cream ukuran mini, praktis dibawa ke mana aja.
Aromanya lembut, cukup oles dikit, dan… bye kulit kasar.
Coba deh sendiri. Rasain bedanya.”
Jadi, kalau kamu pengen pendekatan pelan-pelan, bikin orang jatuh hati tanpa sadar, soft selling adalah jurus yang pas!
Perbedaan Hard Selling vs Soft Selling
Dua-duanya sama-sama buat jualan, tapi cara mainnya beda. Yuk, kita bahas satu-satu biar kamu bisa pilih gaya yang paling cocok buat bisnismu!
1. Soal Waktu: Cepat vs Pelan Tapi Nempel
Hard selling itu main cepat. Targetnya: bikin kamu beli sekarang juga. Cocok buat promo dadakan atau stok terbatas.
Soft selling? Lebih santai. Fokusnya bangun hubungan dulu, bikin pelanggan nyaman, lalu pelan-pelan tertarik dan loyal. Cocok buat kamu yang main jangka panjang.
2. Potensi Pembelian: Sekali Beli vs Beli Lagi & Lagi
Hard selling bisa bikin penjualan meledak… tapi seringnya cuma sekali lewat. Pelanggan cuma tertarik pas ada diskon.
Soft selling lebih pelan, tapi hasilnya bisa bikin pelanggan balik lagi karena udah nyambung dan percaya sama brand kamu.
3. Hubungan Pelanggan: Datar vs Dekat
Hard selling itu kayak pushy salesman, cepet deal, tapi habis itu ya udah. Hubungan cenderung datar.
Soft selling kayak temen yang ngerti kamu banget. Nggak langsung nawarin, tapi kasih solusi dulu. Lama-lama, pelanggan jadi lebih deket dan loyal.
4. Cocok Buat Industri Apa?
Soft selling: cocok buat konsultan, content marketing, manufaktur—yang butuh pendekatan dan edukasi.
Hard selling: sering dipakai di asuransi, perbankan, dan telemarketing.
Kelebihan & Kekurangan Hard Selling
Mau coba gaya hard selling buat bisnis kamu? Yuk, cek dulu untung-ruginya biar nggak salah langkah.
Kelebihan Hard Selling
- Bikin orang cepet ambil keputusan
Kalimat kayak “Cuma hari ini!” bisa jadi dorongan besar buat pelanggan buru-buru ambil dompet. - Cocok buat promo kilat
Lagi ada diskon, flash sale, atau stok terbatas? Hard selling jagonya bikin orang FOMO. - Jago nge-boost penjualan jangka pendek
Strategi ini pas banget kalau kamu butuh angka penjualan naik cepat, misal pas akhir bulan atau kejar target. - Bisa atasi keraguan pelanggan
Hard selling biasanya udah siap dengan jawaban buat keberatan pelanggan. Nggak pakai lama, langsung sikat! - Stand out di pasar yang rame
Kalau kompetitor lagi adem-adem aja, gaya kamu yang “heboh tapi jelas” bisa menarik perhatian lebih dulu.
Kekurangan Hard Selling
- Bikin pelanggan ngerasa ditekan
Nggak semua orang suka didesak. Salah gaya dikit, bisa-bisa pelanggan malah kabur. - Nggak cocok buat bangun hubungan jangka panjang
Fokusnya cuma sekali transaksi, bukan jalin hubungan. Akibatnya, pelanggan bisa lupa sama kamu setelah beli. - Bisa nurunin loyalitas
Pelanggan yang merasa “dipaksa beli” biasanya males balik lagi. Mereka pengen dihargai, bukan dikejar-kejar. - Citra brand bisa kena kalau terlalu maksa
Terlalu agresif bisa bikin image brand kamu kelihatan needy atau nyebelin. Sekali orang cerita pengalaman negatif, bisa viral dalam arti yang salah.
Kelebihan dan Kekurangan Soft Selling
Begitu juga dengan soft selling, pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah:
Kelebihan Soft Selling
Beberapa kelebihan strategi soft selling apabila diterapkan dengan tepat:
1. Membangun hubungan jangka panjang
Strategi soft selling berfokus pada interaksi yang lebih personal dan bersahabat dengan calon pelanggan, menciptakan ikatan yang lebih kuat dan hubungan jangka panjang.
Alih-alih menekan pelanggan untuk membeli, pendekatan ini lebih mengedukasi dan memberikan informasi, sehingga pelanggan merasa lebih nyaman dan dihargai.
2. Menciptakan loyalitas dan kepercayaan pelanggan
Ketika calon pelanggan merasa mereka diperlakukan baik dan tidak dipaksa untuk membeli karena tidak ada tekanan/paksaan, mereka akan lebih percaya pada brand.
Hal ini dapat meningkatkan peluang pembelian berulang dan hubungan yang saling menguntungkan antara bisnis dan pelanggan.
3. Mengurangi tekanan pada calon pelanggan
Salah satu keunggulan utama soft selling adalah memberikan ruang bagi calon pelanggan untuk memutuskan tanpa adanya tekanan.
Pendekatan ini memungkinkan pelanggan untuk merasa lebih nyaman dan yakin dengan pilihan mereka, yang sering kali menghasilkan pengalaman pembelian yang lebih positif dan menyenangkan, serta mengurangi risiko penolakan atau keputusan pembelian yang terburu-buru.
4. Meningkatkan brand awareness secara alami
Soft selling berfokus pada meningkatkan kesadaran akan merek dengan cara yang tidak langsung dan tidak agresif.
Meskipun pelanggan mungkin tidak segera melakukan pembelian, mereka tetap akan mengingat produk atau layanan yang diperkenalkan secara halus melalui soft selling.
Hal ini bisa menciptakan peluang pembelian di masa depan ketika pelanggan siap untuk melakukan keputusan pembelian.
5. Lebih disukai dalam strategi pemasaran jangka panjang
Dalam strategi pemasaran jangka panjang, soft selling lebih disukai karena pendekatan ini lebih berorientasi pada membangun relasi dan kesadaran merek secara berkelanjutan.
Ini cocok untuk bisnis yang fokus pada pertumbuhan dan engagement yang stabil dalam jangka panjang, karena pelanggan cenderung lebih terlibat dan terhubung dengan merek tanpa merasakan tekanan berlebihan untuk segera membeli.
Kekurangan Soft Selling
Namun, metode ini juga memiliki kekurangan yaitu:
1. Proses lebih lambat dalam mencapai penjualan
Karena tidak ada tekanan langsung untuk membeli, pelanggan membutuhkan lebih banyak waktu untuk mempertimbangkan produk atau layanan sebelum mengambil keputusan, yang bisa menyebabkan proses penjualan menjadi lebih lambat.
2. Membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan hasil
Dikarenakan pendekatan ini melibatkan edukasi pelanggan dan interaksi yang mendalam, sehingga penjual mungkin perlu menunggu lebih lama sebelum melihat dampak dari strategi ini, terutama dalam hal penjualan langsung.
3. Tidak selalu efektif untuk produk yang membutuhkan keputusan cepat
Soft selling mungkin kurang cocok untuk produk atau layanan yang membutuhkan keputusan pembelian cepat, seperti penawaran dengan waktu terbatas atau produk yang bergantung pada urgensi.
4. Sulit diukur hasilnya secara langsung
Karena soft selling lebih fokus pada membangun hubungan jangka panjang dan brand awareness, hasil mungkin baru terlihat dalam jangka waktu yang lebih lama, sehingga sulit bagi bisnis untuk mengevaluasi dampaknya secara cepat atau melalui metrik penjualan langsung.
Hard Selling vs Soft Selling, Mana yang Lebih Oke?
Jawabannya: dua-duanya bisa jadi andalan, tinggal lihat situasi dan kebutuhan bisnismu.
Nggak harus pilih salah satu kok. Justru kalau kamu bisa pakai hard selling buat dorong aksi cepat dan soft selling buat bangun hubungan jangka panjang, itu strategi komplit!
Saran aku, coba dulu dua-duanya. Dari situ kamu bakal tahu mana yang paling cocok buat audiens dan gaya bisnismu.

Tinggalkan komentar