Sebagai advertiser, kamu pasti tahu rasanya juggling banyak hal sekaligus, deadline mepet, kerjaan numpuk, dan harus tetap sigap pantau performa iklan.
Nah, kalau satu aja luput dari perhatian, bisa-bisa hasil campaign kamu ikut kena imbasnya. Makanya, Google bikin Smart Bidding. Tujuannya bantu kamu kerja lebih efisien, tetap optimalin campaign, dan tetap waras di tengah kesibukan.
Smart Bidding ini bisa bantu identifikasi masalah performa dan kasih solusi tanpa kamu harus ngatur semuanya manual.
Apa Itu Smart Bidding di Google Ads?
Smart Bidding pertama kali dikenalin Google di tahun 2016, waktu itu namanya masih Google AdWords. Strategi ini dibangun dari sistem bidding otomatis sebelumnya, tapi dengan sentuhan machine learning yang lebih canggih.
Smart Bidding itu ibarat kamu nyerahin tugas ngatur tawaran (bid) ke Google, biar mereka yang mikirin kapan harus naikin atau turunin bid buat hasil terbaik, otomatis!
Tujuannya biar kamu nggak perlu repot ngatur bid satu per satu. Smart Bidding bakal bantu optimasi konversi dengan cara ngumpulin sinyal dari berbagai faktor, mulai dari jenis perangkat, lokasi, jam tayang iklan, histori pengguna, browser, bahasa, sampai banyak hal lain.
Tapi ingat, meskipun kelihatannya serba otomatis, Smart Bidding bukan tombol “nyalain dan tinggal tidur”. Algoritma butuh waktu buat belajar pola dari kampanye kamu.
Jadi, kamu tetap harus mantau performa iklannya, Google cuma jadi asisten pintar yang bantuin kamu ngatur bagian paling ribet: kapan harus bid, berapa banyak, dan buat siapa.
Coba bayangin, setiap hari ada lebih dari 5,6 miliar pencarian di Google. Setiap pencarian itu bisa masuk ke dalam “lelang” buat nentuin iklan siapa yang muncul. Nah, ngatur semuanya manual? Gak bakal cukup 24 jam sehari, bahkan kalau kamu punya mata elang dan kopi tanpa henti.
Daripada kamu stres mikirin bid tiap detik, mendingan kita manfaatin Smart Bidding. Biar mesin yang kerja keras, kamu fokus di strategi besar dan optimasi lainnya.
Smart Bidding vs. Automated Bidding
Ada dua istilah yang sering bikin bingung, yaitu Smart Bidding dan Automated Bidding. Kelihatannya mirip, tapi sebenarnya beda.
Bayangin gini, Automated Bidding itu kayak payung besar, semua strategi bidding otomatis yang pakai machine learning buat bantu Google ngatur bid kamu secara real-time, demi ngejar target yang kamu tentuin. Totalnya ada 7 strategi di bawah payung ini.
Nah, Smart Bidding itu bagian dari automated bidding, tapi yang khusus dirancang buat ngejar konversi atau nilai konversi. Jadi, Smart Bidding fokusnya lebih tajam: bukan cuma tampil, tapi juga dapet hasil.
Ada 5 jenis strategi Smart Bidding (meski kadang orang bilang cuma 4, nanti kita bahas yang satu lagi itu ya).
Jadi simpelnya:
- Smart Bidding = otomatis + fokus konversi.
- Automated Bidding = otomatis secara umum, nggak selalu fokus ke konversi.
Smart bidding vs. manual bidding
Kalau Smart Bidding itu ibarat kamu nyetir pakai mobil otomatis, maka Manual Bidding itu kayak nyetir mobil manual, kamu yang atur semua, dari gas sampai gigi.
Dengan manual bidding, kamu bisa atur sendiri bid di level keyword. Kamu bisa pastikan iklanmu muncul di halaman pertama, bahkan di posisi paling atas, asal harganya pas.
Buat yang suka kontrol penuh, strategi ini bisa jadi favorit. Kamu tahu persis budget kamu, dan bisa jaga CPC biar tetap sesuai kantong.
Tapi ya… masalahnya, kamu bukan robot.
Kamu nggak bisa baca sinyal real-time kayak Google bisa:
- Lokasi user
- Jam pencarian
- Perangkat yang dipakai
- Dan segudang sinyal lain yang muncul saat lelang iklan
Jadi meskipun kamu merasa sudah ngontrol semuanya, sering kali hasilnya tetap kurang efisien. Bisa jadi CPC-nya rendah, tapi banyak klik yang nggak berkualitas. Sayang, kan?
Tapi bukan berarti manual bidding itu jelek.
Ada waktu dan tempatnya.
Kalau kamu:
- Baru mulai ngiklan
- Akunmu belum punya cukup data konversi
- Atau baru bikin kampanye baru
Nah, manual bidding atau enhanced CPC (eCPC) bisa jadi starting point yang bagus. Sambil ngumpulin data, sambil jalan pelan-pelan.
Memang sih, Google bilang Smart Bidding bisa pakai data dari seluruh akun, even buat kampanye baru. Tapi dari pengalaman, kampanye baru biasanya perlu waktu buat “perform” kalau langsung pakai Smart Bidding.
Intinya awali dengan kontrol, lalu serahkan sebagian ke Google kalau datanya sudah siap. Kita main cerdas, bukan main nekat.
Cara Kerja Smart Bidding di Google Ads
Pertama-tama, kamu perlu tahu dulu, dunia bidding di Google itu super dinamis. Banyak banget advertiser yang berlomba-lomba ngejar posisi teratas, sama kayak kamu. Kalau kamu masih ngatur bid manual satu-satu, siap-siap capek dan ketinggalan.
Nah, Smart Bidding datang sebagai penyelamat. Dengan strategi ini, kamu kasih tahu Google:
“Aku mau kamu bantu atur bid-ku di setiap lelang iklan, tapi… fokus ya, tujuannya harus sesuai yang aku mau!”
Tujuannya bisa macam-macam:
- Mau lebih banyak konversi?
- Punya target CPA tertentu?
- Mau naikin total pendapatan?
- Atau ngejar ROAS yang mantap?
Setelah kamu set goal-nya, Google mulai kerja. Dia ambil data historis dari performa kampanye kamu dan gabungin sama sinyal-sinyal kontekstual dari setiap pencarian. Misalnya:
- Lokasi pencarian
- Jenis perangkat
- Jam pencarian
- Browser
- Bahasa
- dan banyak lagi!
Lalu… Google bakal:
- Naikin bid kalau ada sinyal kuat user bakal konversi
- Turunin bid kalau sinyalnya lemah
Contoh:
Kalau Google lihat user di Surabaya jam 8 malam lewat HP punya kemungkinan besar konversi (berdasarkan data sebelumnya), maka bid kamu bisa dinaikin khusus di kondisi itu.
Intinya, kamu kasih arah, biar Google yang nge-handle di belakang layar. Dan itu semua terjadi real-time di setiap lelang. Tapi tetep ya, kamu harus rajin mantau dan evaluasi.
Manfaat Menggunakan Smart Bidding
Smart Bidding itu ibarat asisten pintar yang ngebantu kamu kerja lebih cerdas, bukan lebih keras. Gak heran banyak digital marketer yang udah pindah haluan dan bilang, “Kenapa gak dari dulu?”
Dan kalau kamu masih ragu kenapa harus coba Smart Bidding, ini beberapa alasan kenapa Smart Bidding itu worth it banget
1. Kamu fokus ke goal, Google yang atur taktiknya
Kamu cukup kasih tau Google:
“Gue mau lebih banyak konversi, atau pengen ROAS segini.”
Sisanya Google yang atur bid-nya secara otomatis, pake data dan sinyal real-time kayak lokasi user, device yang dipakai, atau jam berapa mereka searching buat ngejar hasil terbaik. Jadi kamu bisa hemat waktu dan budget, tanpa ngorbanin performa.
Dengan Smart Bidding, Google bantu kamu ngeluarin budget ke klik-klik yang emang punya peluang lebih besar buat nyumbang konversi. Artinya?
- Lebih banyak goal tercapai
- Lebih sedikit budget kebuang sia-sia
2. Lebih banyak strategi, lebih sedikit mikirin bid
Smart Bidding bukan berarti kamu bisa lepas tangan total. Tapi setidaknya kamu gak perlu lagi ribet mantengin dashboard tiap jam.
Menurut studi BCG, 80% waktu digital marketer tuh habis buat ngurus hal manual kayak bidding, sisanya cuma 20% buat mikirin strategi yang bener-bener ngaruh.
Dengan smart bidding, kamu bebas dari urusan bid yang nyebelin itu, jadi bisa fokus upgrade strategi, optimasi landing page atau testing iklan baru biar hasil iklan makin perform!
3. Google punya ‘otak’ yang gak bisa kamu saingi
Google itu pinter banget, sampai tahu banyak tentang kita semua. Bayangin aja, Gmail punya lebih dari 1,8 miliar pengguna, Chrome dipakai 2,65 miliar orang, dan semua data itu nyambung ke Google Ads.
Dengan data dari miliaran user, Google bisa tahu:
- User ini pakai device apa
- Di mana lokasinya
- Jam berapa dia browsing
- Bahkan seberapa besar kemungkinan dia konversi
Google bisa nge-bid real-time di saat yang pas buat search yang nilainya tinggi. Dan semua itu diproses dalam hitungan detik, di setiap lelang iklan. Manual bidding gak akan bisa seakurat itu.
Kekurangan Smart Bidding
Namanya hidup nggak ada yang 100% sempurna. Termasuk juga Smart Bidding dari Google. Walaupun pintar, tetap aja ada beberapa hal yang perlu kamu waspadai.
1. Bisa bikin dompet kamu kaget
Pas kamu serahin urusan bidding ke Google, kamu ngasih dia kuasa buat naikin bid sesuka hati, selama itu bisa ngejar target kamu.
Masalahnya, Google nggak nawarin fitur untuk batasin maksimal bid (kecuali di level tertentu pakai script atau portfolio strategy). Jadi jangan heran kalau tiba-tiba ada klik yang harganya selangit, apalagi di industri yang CPC-nya emang udah mahal kayak tech atau software.
Tips dari aku:
Selalu pantau performa dan CPC kamu, terutama saat awal-awal strategi baru jalan.
2. Masa belajar alias ‘Learning Phase’
Begitu kamu aktifin Smart Bidding, Google butuh waktu buat belajar. Ini disebut learning phase, dan biasanya butuh waktu sekitar seminggu. Tapi ya… kadang bisa lebih, kadang malah nggak selesai-selesai.
Selama masa ini, performa bisa naik-turun kayak rollercoaster. Jadi kamu perlu sabar dan siap mantau terus. Kalau setelah beberapa minggu nggak ada tanda-tanda membaik, ya mungkin udah saatnya evaluasi lagi.
3. Google nggak selalu tahu segalanya
Iya, Google pintar. Tapi kalau kamu nggak punya cukup data, Google juga cuma bisa nebak-nebak. Misalnya kamu punya goal yang spesifik banget dan data historisnya minim, Google jadi kesulitan optimasi.
Dan satu lagi, Google belum tentu tahu mana lead yang berkualitas dan mana yang cuma asal masukin data. Bisa aja kamu dapet banyak leads, tapi isinya email palsu semua.
Kalau kamu main di B2B, kualitas lead itu krusial. Jadi pertimbangkan juga pakai Offline Conversion Tracking biar kamu bisa kasih feedback balik ke Google soal lead mana yang beneran berkualitas.
5 strategi Smart Bidding
Google itu emang nggak pernah diam, selalu update, termasuk soal strategi bidding. Jadi, jangan heran kalau strategi seperti Target CPA dan Target ROAS mulai “pamit” dari beberapa akun.
Tapi tenang, mereka nggak benar-benar hilang, kok. Sekarang, kamu bisa set target CPA dan ROAS langsung di dalam Maximize Conversions dan Maximize Conversion Value.
Menurut Google, performanya bakal sama aja. Cuma bungkusnya aja yang beda.
Nah, berikut ini adalah 5 strategi Smart Bidding yang masih aktif dan bisa kamu manfaatkan:
- Maximize Conversions
- Maximize Conversion Value
- Target CPA (opsional di dalam Maximize Conversions)
- Target ROAS (opsional di dalam Maximize Conversion Value)
- Enhanced CPC (eCPC)
1. Maximize Conversions
Maximize Conversions itu seperti bilang ke Google, “Pokoknya, dapetin konversi sebanyak-banyaknya dari budget yang aku punya.”
Konversinya bisa apa aja, telepon masuk, form yang diisi, pembelian, atau kombinasi semuanya. Yang penting kamu udah pasang conversion tracking, ya.
Tapi ada satu hal penting yang perlu kamu tahu: strategi ini nggak peduli sama CPA (cost per acquisition) atau ROAS kamu. Fokus utamanya cuma satu, kuantitas konversi. Jadi, bisa aja konversi kamu naik tapi biaya per konversinya juga ikut melonjak.
Makanya, kamu tetap perlu mantau CPC dan pengeluaran harian biar nggak jebol anggaran. Kalau fitur target CPA udah tersedia di akunmu, kamu bisa aktifin itu buat bantu jaga biaya per konversi tetap stabil.
2. Target Cost Per Acquisition
Target Cost Per Acquisition (tCPA) adalah strategi buat kamu yang pengen dapetin konversi dengan biaya yang terkontrol, alias Google akan bantu kamu mencapai (atau bahkan ngalahin) target CPA yang kamu tentukan, tetap dalam batas budget harian.
Caranya? Kamu tinggal masukin angka target CPA, dan biarkan Google mulai bekerja. Tapi saran dari aku: mulai dulu dari angka CPA rata-rata 30 hari terakhir kampanye kamu (biasanya Google kasih rekomendasi juga).
Jangan langsung terlalu ambisius, turunin targetnya pelan-pelan seiring waktu.
Pake strategi ini satu per satu per campaign bisa kasih hasil yang mantap, tapi nanti aku juga bakal share satu jurus rahasia yang bisa bikin hasilnya makin jos.
Oh ya, walaupun Google rencananya mau pensiunkan strategi tCPA, kamu tetap bisa dapetin efek serupa dengan cara aktifin target CPA di strategi Maximize Conversions.
3. Target ROAS
Target ROAS (Return on Ad Spend) adalah strategi buat kamu yang pengen dapet untung maksimal dari setiap rupiah yang kamu keluarin buat iklan.
Intinya, Google akan bantu kamu mencapai target ROAS yang kamu tentukan, dalam batas budget harian yang kamu punya.
Misalnya kamu pengen dapet Rp4.000 dari setiap Rp1.000 yang kamu keluarin buat iklan, berarti target ROAS kamu adalah 400%.
Tapi, penting untuk kamu tahu: strategi ini fokusnya bukan jumlah konversi terbanyak, tapi berapa besar nilai (revenue) yang bisa dihasilkan. Jadi walaupun hasilnya mungkin lebih sedikit secara kuantitas, nilainya bisa jauh lebih besar.
Tips dari aku:
Awali dengan ROAS target yang mendekati performa 30 hari terakhir kampanye kamu. Baru deh, naikin targetnya sedikit demi sedikit.
Walaupun strategi Target ROAS ini rencananya akan dipensiunkan, tenang… kamu masih bisa dapetin efek yang sama dengan set ROAS target di strategi Maximize Conversion Value.
Google tetap bantu kamu ngejar cuan, tapi kamu tetap yang pegang kendali.
4. Maximize Conversion Value
Maximize Conversion Value itu strateginya Google buat bantu kamu dapetin nilai konversi tertinggi (alias omzet paling gede) dari budget harian yang kamu punya. Jadi fokusnya bukan jumlah konversi, tapi berapa besar duit yang bisa dihasilkan.
Bedanya sama Target ROAS?
Kalau target ROAS ngejar efisiensi (berapa besar untung dibanding biaya), Maximize Conversion Value cuma ngejar angka omzet setinggi mungkin. Jadi walaupun omzet naik, bisa aja biaya juga ikutan naik dan bikin ROAS kamu jeblok.
Tapi tenang, kalau fitur target ROAS udah muncul di akun kamu, kamu bisa aktifin itu biar strategi ini nggak kebablasan dan tetap jaga return-nya tetap sehat.
Strategi ini cocok buat kamu yang lagi ngejar omzet maksimal, tapi tetap harus dikawal biar profitnya nggak ikut tenggelam.
5. Enhanced CPC
Enhanced CPC (ECPC) itu kayak versi upgrade dari manual bidding. Sekilas mungkin keliatannya bukan bagian dari smart bidding karena kamu masih nentuin bid-nya sendiri.
Tapi sebenarnya… Google masukin ECPC ke dalam keluarga Smart Bidding juga, lho.
Karena ECPC udah pakai sinyal real-time kayak lokasi, browser, waktu, dan device buat naikin bid kamu pas Google merasa peluang konversinya gede, tapi ya, belum sepintar Target CPA atau Target ROAS.
Biasanya, aku dan tim mulai kampanye baru atau akun baru pakai manual bidding + ECPC. Ini bikin Google bisa “ikut bantuin” tanpa langsung ambil alih semua kendali. Jadi kita tetap punya pegangan, tapi mesin udah mulai bantu optimalin.
Plus, ECPC ini cocok banget buat bantu ngumpulin data konversi awal, yang nantinya penting banget buat “ngasih makan” strategi smart bidding lain. Gampangnya, ECPC itu batu loncatan biar kita bisa masuk ke level bidding yang lebih canggih tanpa langsung loncat ke jurang.
Gimana Cara Milih Strategi Automated Bidding yang Pas?
Jawaban tercepatnya? Tergantung.
Yup, klise banget. Tapi serius, pilihan strategi bidding itu balik lagi ke tujuan kamu dan kondisi akun kamu sekarang. Jadi, yuk kita bahas to the point:
- Kalau kamu bisnis e-commerce dan lagi fokus cari pendapatan tertinggi dengan biaya serendah mungkin, coba deh Target ROAS.
- Kalau kamu cuma pengen dapet sebanyak mungkin konversi, dan soal biaya nggak terlalu bikin kamu deg-degan, Maximize Conversions bisa jadi pilihan.
- Tapi kalau kamu pengen konversi sebanyak-banyaknya dengan biaya per konversi seminimal mungkin, cobain Target CPA.
Nah, masalahnya kamu boleh punya target tinggi, tapi kalau datanya belum siap, hasilnya bisa zonk.
Contoh:
Kamu set Target CPA di Rp50.000, padahal rata-rata CPA akun kamu selama 30 hari terakhir itu Rp150.000—Google bakal kebingungan dan performa bisa drop.
Idealnya, budget harian kamu minimal 2x dari target CPA. Jadi kalau target kamu Rp100.000, ya budget hariannya setidaknya Rp200.000.
Atau kamu mau langsung pakai Maximize Conversions, tapi belum ada data konversi sama sekali. Google bisa asal bid karena nggak tau “konversi” versi kamu itu apa. Bahaya juga.
Kesimpulannya:
- Tentuin dulu apa yang paling penting buat bisnis kamu (Revenue? Volume? Efisiensi?).
- Liat kondisi akun kamu sekarang: punya data konversi? Budget cukup?
- Baru deh pilih strategi yang realistis.
Kita nggak harus buru-buru ke strategi paling canggih. Mulai dari yang cocok dulu, biar hasilnya maksimal
Penutup
Kalau kamu masih pakai manual bidding, mungkin kamu udah bosan bolak-balik atur bid sambil mikir, “nggak ada kerjaan lain apa ya?”
Belum lagi bid yang berubah-ubah cepet banget, sampai-sampai kamu ngerasa kayak selalu ketinggalan kereta.
Sekarang, kamu udah paham dunia automated dan smart bidding, dari cara kerja, kelebihan, kekurangannya, sampai mana yang cocok buat tujuan kamu.
Ingat ya, smart bidding bukan solusi sakti mandraguna yang cocok buat semua orang. Pilihan terbaik tetap tergantung dari goal dan kondisi akun kamu sekarang. Jadi, jangan asal nyemplung tanpa strategi.
Tapi jujur aja nih… begitu kamu udah punya gambaran strategi mana yang mau dicoba, satu hal yang harus kamu lakuin adalah: tes, tes, dan tes lagi.
Soalnya, di Google Ads, yang paling jago bukan yang paling nebak, tapi yang paling rajin eksperimen.
Tinggalkan komentar