Kamu pasti udah ngeh, ya—main SEO buat B2B dan B2C itu beda dunia. Kayak main catur vs main Uno. Sama-sama strategi, tapi gayanya beda jauh.
Kalau di B2C, orang bisa beli cuma gara-gara lihat diskon di TikTok. Impulsif. Cepat. Nggak pake mikir panjang.
Tapi B2B? Waduuuh… Perjalanan pembelinya bisa kayak nunggu hujan reda pas lagi bawa motor (lama), penuh pertimbangan, dan kadang muter-muter dulu.
Untuk keyword, B2B biasanya pakai istilah teknis kayak “cloud-based enterprise solution” (bahkan yang baca aja harus mikir dulu). B2C? Simpel aja—“sepatu putih murah”, langsung to the point.
Konten beda juga, kalau B2C bisa pakai artikel ringan, review, atau video unboxing, B2B lebih cocok pakai whitepaper, studi kasus, atau webinar.
Key Takeaways:
- Meskipun beda, inti dari semua strategi SEO itu tetap sama: fokus pada konten berkualitas yang benar-benar membantu dan bikin pengunjung merasa dihargai. Jadi, apapun pasar yang kamu incar, jangan lupa buat konten yang manusiawi dan sesuai kebutuhan audiens.
- Kita harus tahu kalau SEO untuk B2B dan B2C itu beda banget, terutama dari cara riset kata kuncinya. Kalau kamu target bisnis, kamu perlu pakai istilah teknis yang spesifik, tapi kalau untuk konsumen biasa, pakai bahasa sehari-hari yang gampang dipahami.
- Jenis konten yang kita buat juga harus disesuaikan. B2B lebih cocok dengan artikel mendalam, studi kasus, dan whitepaper agar bikin pembeli yakin. Sementara B2C lebih suka konten yang ringan dan menarik seperti video atau infografis yang mudah dinikmati.
Pengertian SEO B2B dan B2C
Oke, gini.
SEO B2B itu ibarat kamu lagi ngobrol sama orang kantoran, bahasannya serius, penuh istilah teknis, kadang harus mikir dua kali biar nyambung.
Contohnya? Kata kunci kayak “automated supply chain software for manufacturing”. Ribet? Iya. Tapi nyambung banget buat targetnya.
Sementara SEO B2C?
Nah, ini kayak ngobrol di warung kopi, bahasanya santai, to the point.
Misalnya: “sepatu lari ringan buat wanita” atau “cicilan hp tanpa kartu kredit”. Langsung nyantol di kepala, dan bikin orang pengen klik.
Intinya, sama-sama mau bikin konten kamu gampang ditemukan.
Tapi cara kita “ngomong” ke audiens harus beda. Kalau kamu tahu siapa yang kamu ajak ngobrol, kamu bisa pilih gaya bahasa dan kata kunci yang pas.
Mitos: Pembeli B2B yang Sepenuhnya Rasional
Katanya sih, pembeli B2B cuma peduli data, harga, dan fitur. Tapi… kenyataannya nggak se-kaku itu.
Mereka juga manusia, bukan robot. Mereka tetap pengin dimengerti. Pengin yakin. Pengin merasa: “Oke, solusi ini memang cocok buat tim gue.”
Contohnya, daripada cuma bilang “tools kami hemat biaya dan scalable,” coba bilang, “tools ini bikin tim kamu kerja lebih rapi, nggak saling lempar email tengah malam, dan atasan kamu jadi makin percaya.”
Nah, siapa yang nggak luluh?
Intinya jangan cuma jual fitur, tapi ceritakan dampaknya. Karena meskipun target kamu pakai jas dan bawa briefcase, keputusan tetap ada unsur “rasa”-nya.
Perbedaan Utama Strategi SEO B2B vs. B2C
B2B sama B2C itu kayak kopi hitam dan es teh manis. Dua-duanya enak, tapi beda cara penyajiannya. Nah, strategi SEO-nya juga gitu.
Kalau kamu biasa main di B2C, terus tiba-tiba loncat ke B2B tanpa adaptasi, siap-siap kaget. Soalnya, gaya mainnya beda total.
Memahami perbedaan ini penting supaya usaha kamu di SEO tidak hanya sia-sia tapi benar-benar menghasilkan.
1. Siapa Sih Target Kita?
Sebelum mikir soal SEO-nya mau kayak gimana, kita harus tahu dulu, “kita lagi ngomong sama siapa, sih?”
Kalau main di dunia B2B, target kamu itu para profesional, yaitu orang kantor, manajer, decision maker, alias mereka yang punya wewenang ngambil keputusan bisnis. Mereka cari solusi yang jelas, efisien, dan bisa bantu performa kerja.
Jadi ya… kamu nggak bisa ngajak ngobrol mereka pakai bahasa ala caption “OOTD kamu hari ini gimana?”. Harus to the point, berwibawa, tapi tetep bikin klik.
Nah, beda cerita kalau kamu main di ranah B2C. Di sini, targetmu bisa siapa aja, mulai dari emak-emak cari promo, anak kuliahan nyari skincare, atau siapa pun yang lihat iklan kamu pas scrolling IG.
Mereka nggak butuh tabel ROI, mereka butuh info cepat, manfaat langsung, dan kalau bisa… diskon gede!
Contoh:
- B2B: “Solusi ERP untuk efisiensi distribusi ritel Anda.”
- B2C: “Belanja kebutuhan bulanan? Gratis ongkir + cashback 50%!”
Kalau kamu tahu siapa yang kamu ajak ngobrol, kamu bisa nyusun strategi SEO yang lebih pas—baik dari gaya bahasa, jenis konten, sampai cara promosi.
2. Riset Kata Kunci: Jangan Asal Tembak!
Kata kunci itu ibarat peta. Kalau kamu salah pilih, ya bisa-bisa nyasar, dan pengunjung nggak bakal nemu kamu di Google.
Nah, di B2B, kamu nggak bisa asal pakai kata kunci yang umum. Audiens kamu tuh orang-orang serius. Mereka nyari hal spesifik dan teknis.
Contohnya? Bukan “software keren,” tapi “perbandingan software manajemen proyek untuk tim distribusi”.
Mereka mikir panjang. Mereka riset dulu, baca review, bandingin fitur. Jadi, kamu perlu masuk lewat long-tail keywords yang relevan di setiap tahap: dari mulai sadar masalah, sampai akhirnya siap beli.
Contoh, “Solusi sistem ERP untuk UMKM manufaktur”. Nah, ini baru B2B banget.
Kalau kamu main di B2C, beda lagi ceritanya. Audiens kamu bisa jadi lagi scroll sambil nunggu kopi jadi. Mereka impulsif, pengin cepat, dan suka tren. Di sini, kata kunci yang simpel dan catchy lebih jitu.
Contoh, “Sepatu running terbaik 2024” atau “serum glowing di bawah 100 ribu”.
Jadi, kalau kamu jualan ke konsumen langsung, jangan kasih istilah teknis yang bikin kening mereka berkerut. Kasih yang relatable, dan langsung jawab kebutuhan mereka.
3. Tingkat Pencarian: Banyak Belum Tentu Serius
Kamu pernah cari “sepatu murah tapi keren” pas iseng scroll malam-malam? Nah, itu contoh pencarian khas B2C, impulsif, kadang cuma karena liat diskon lewat di timeline.
Jumlah pencariannya bisa gede banget, apalagi pas musim promo atau tren baru muncul.
Tapi beda cerita di dunia B2B. Kalau seseorang cari “jasa konsultasi IT untuk perusahaan logistik”, itu bukan cari-cari iseng. Dia kemungkinan besar:
- Punya masalah nyata
- Punya budget
- Dan lagi serius nyari solusi
Makanya, meski volume pencarian B2B nggak sebanyak B2C, kualitasnya jauh lebih tinggi. Ibaratnya, lebih sedikit yang nanya, tapi yang nanya itu udah bawa proposal.
Contohnya gini:
Kata kunci “handphone terbaru” mungkin dicari ribuan orang setiap hari. Tapi yang cari “software CRM untuk distributor FMCG”? Nggak sebanyak itu, tapi yang nyari jelas siap duduk meeting.
Jangan cuma ngincar volume gede. Kita harus lihat niat di balik pencarian. Di SEO, lebih baik dikunjungi 10 orang yang niat beli… daripada 1.000 yang cuma numpang lewat.
4. Strategi Konten yang Beda Tapi Tetap Greget
Kalau kamu main di B2B, konten kamu harus bisa nunjukin, “Aku ngerti masalah kamu, dan aku punya solusi yang masuk akal.”
Makanya, di B2B kita sering ketemu whitepaper, studi kasus, atau artikel panjang berisi insight teknis. Ibaratnya, ini konten yang bikin audiens mikir, bukan cuma scroll.
Tapi kalau kamu main di B2C? Kita mainnya beda.
Konsumen maunya cepat, visual, dan gampang nyantol. Konten kayak video tutorial, infografis lucu, sampai meme, itu senjatanya. Pokoknya harus gampang di-share dan bikin “Eh, lucu nih!” atau “Wah, ini gue banget.”
Tapi jangan salah. B2B juga bisa kok kelihatan fun.
Contohnya si Dropbox. Mereka pernah bikin kuis persona yang ringan banget buat marketer, tapi efeknya gila, lead mereka naik 220%! Jadi ya, konten yang humanis + sedikit humor itu bukan cuma milik B2C.
5. Sales Funnel: Beda Jalur, Beda Gaya Mainnya
Di dunia B2B, perjalanan beli itu ibarat lari maraton. Panjang, penuh pertimbangan, dan kamu harus sabar nemenin mereka dari awal kenalan sampai akhirnya deal.
Kamu gak bisa asal lempar promo lalu ngilang. Harus pelan-pelan, kasih edukasi, tunjukin manfaat, bangun kepercayaan, baru deh ajak duduk bareng buat ngomongin penawaran.
Contohnya?
Awal-awal, kamu bisa bikin artikel yang jawab pertanyaan mereka. Pas mereka udah mulai tertarik, kasih whitepaper atau studi kasus. Pas udah mulai klik, ajak diskusi, kasih demo. Baru ajak closing.
Sementara di B2C, prosesnya lebih… spontan. Kadang lihat diskon, baca testimoni, terus “Ya udah deh, beli aja.”
Makanya, kalau kamu main di B2C, pastikan tampilan produk bagus, deskripsi jelas, testimoni meyakinkan, dan promo selalu on point.
6. Taktik Link Building? Beda Banget, Bro!
Kalau kamu main di dunia B2B, link building itu kayak bikin relasi bisnis serius. Kamu kudu ngincer backlink dari situs yang berkelas, biasanya lewat guest post atau kerjasama PR. Ini biar kamu keliatan jagoan dan terpercaya di mata Google.
Sabar ya, gak instan. Tapi hasilnya? Link berkualitas yang ngangkat nama kamu banget.
Nah, kalau kamu di B2C, lain cerita. Kamu lebih mengandalkan influencer, konten viral, dan media sosial. Cepet nyebar, ramai, tapi biasanya authority-nya gak segede B2B.
Contohnya, kamu bisa bikin challenge atau giveaway bareng influencer buat dapetin backlink dan perhatian sekaligus.
Intinya, kalau B2B kamu mainnya slow and steady, fokus kualitas.
Kalau B2C, kecepatan dan jangkauan luas yang juara. Kamu tinggal pilih strategi yang paling cocok buat kamu!
7. Media Sosial: Panggung Beda, Tapi Sama-Sama Penting
Kalau kamu main di B2C, media sosial itu kayak taman bermain buat langsung ngobrol sama konsumen. Konten visual, story yang catchy, dan interaksi cepet bikin brand kamu gampang banget diingat.
Tapi kalau di B2B, media sosial lebih kayak ruang meeting profesional.
Kamu gak cuma asal posting produk, tapi juga sharing insight, ikut diskusi serius di LinkedIn atau Twitter.
Bayangin kamu lagi ngopi bareng para ahli, tukar ide, bangun komunitas yang keren, dan jadi sosok yang dipercaya.
Kalau konten kamu sering dibagikan dan dikomentari dengan bagus, Google pun bakal bilang, “Wah, ini brand yang oke banget nih!”
Jadi, media sosial itu bukan cuma soal pamer, tapi soal bangun kredibilitas dan hubungan yang kuat, baik di B2B maupun B2C.
8. Analitik dan Kinerja: Cara Ngecek Keberhasilan Kamu
Ingat ya, tiap pasar punya cara sendiri buat bilang, “Eh, kamu sukses nih!”
Kalau kamu main di B2B, gak cuma soal jualan langsung. Yang penting juga lead yang masuk, seberapa banyak orang tahu tentang kamu, dan seberapa oke reputasi domainmu di mata Google.
Nah, di B2C, biasanya yang dicari itu trafik banyak, penjualan lancar, dan interaksi yang keliatan cepat.
Jadi kamu mesti rajin mantau metrik kayak jumlah signup, backlink keren, dan traffic organik kalau main di B2B. Sementara buat B2C, fokus ke konversi jualan, bounce rate, dan komentar atau like di medsos.
Pokoknya, data ini jadi semacam GPS buat kamu, biar strategi SEO kamu gak nyasar dan tetap on track sesuai tujuan masing-masing pasar.
Praktik Terbaik Supaya Tujuan SEO Kamu Berhasil
Kalau kamu mau hasil SEO yang bagus, jangan asal main tembak.
Kamu harus paham dulu audiens kamu, siapa mereka, dan apa yang mereka mau. Riset audiens itu kayak baca pikiran, biar kamu bisa tahu kata kunci apa yang pas, konten macam apa yang mereka suka, dan format mana yang bikin mereka betah.
Ingat, strategi SEO buat B2B beda sama B2C, jadi jangan asal copas.
Kalau kamu paham betul kebutuhan masing-masing, konten kamu gak cuma nongol doang di Google, tapi juga nyambung banget sama orang yang lihat, sampai mereka klik, baca, dan balik lagi.
Singkatnya, kamu harus pintar-pintar mix and match taktik supaya engagement-nya bener-bener berasa.
Pokoknya, jangan cuma cari perhatian, tapi bikin mereka betah dan balik lagi.
Riset Audiens yang Dalam
Kamu gak bisa cuma nebak-nebak siapa audiens kamu. Harus gali lebih dalam, bro!
Coba deh, tanya langsung ke pelanggan, ngobrol sama tim sales, atau bikin survei kecil-kecilan. Dari situ, kamu bakal tahu banget apa sih yang mereka butuhin, masalah mereka apa, dan gimana cara kamu bantu mereka.
Nah, dari info itu, bikin persona yang detail banget. Jangan cuma “orang umum,” tapi spesifik, misalnya “Si Marketing yang sibuk dan butuh solusi cepat.”
Lebih bagus lagi, buat persona beda-beda buat tiap tahap perjalanan pembeli. Jadi, kamu bisa bikin konten yang pas banget, gak meleset, dan bikin mereka betah baca.
Strategi Kata Kunci yang Pas Banget
Kata kunci itu bukan cuma soal asal comot kata populer, ya! Kamu harus pinter riset, ngerti niat di balik pencarian orang.
Misalnya nih, buat B2B, jangan cuma pakai kata “manajemen proyek” yang umum banget. Mending kamu pakai yang lebih spesifik kayak “solusi manajemen proyek agile.” Orang yang cari ini jelas ngerti dan serius, bukan cuma nyari info doang.
Terus, kamu juga harus lihat seberapa susah saingan kata kuncinya. Kalau domain kamu belum kuat, jangan langsung nyerang kata yang berat-berat. Cari yang levelnya cocok biar kamu bisa bersaing dengan efisien.
Kalau di B2C, kamu pakai kata yang gampang dan familiar. Jangan ribet pake jargon teknis, nanti malah bikin orang bingung. Contohnya, “sepatu lari nyaman” itu jauh lebih nyantol di hati pembeli biasa daripada istilah “footwear ergonomis” yang cuma bikin pusing.
Intinya, kita harus nyelami maksud pencarian, bukan cuma ngincer kata yang paling populer. Dengan cara ini, konten kamu bakal relevan dan punya peluang lebih gede nongkrong di halaman pertama Google.
Strategi Kata Kunci
Kata kunci itu bukan cuma soal asal comot kata populer, ya! Kamu harus pinter riset, ngerti niat di balik pencarian orang.
Misalnya nih, buat B2B, jangan cuma pakai kata “manajemen proyek” yang umum banget. Mending kamu pakai yang lebih spesifik kayak “solusi manajemen proyek agile.” Orang yang cari ini jelas ngerti dan serius, bukan cuma nyari info doang.
Terus, kamu juga harus lihat seberapa susah saingan kata kuncinya. Kalau domain kamu belum kuat, jangan langsung nyerang kata yang berat-berat. Cari yang levelnya cocok biar kamu bisa bersaing dengan efisien.
Kalau di B2C, kamu pakai kata yang gampang dan familiar. Jangan ribet pake jargon teknis, nanti malah bikin orang bingung. Contohnya, “sepatu lari nyaman” itu jauh lebih nyantol di hati pembeli biasa daripada istilah “footwear ergonomis” yang cuma bikin pusing.
Intinya, kita harus nyelami maksud pencarian, bukan cuma ngincer kata yang paling populer. Dengan cara ini, konten kamu bakal relevan dan punya peluang lebih gede nongkrong di halaman pertama Google.
Diversifikasi Konten: Jangan Monoton
Kalau kamu cuma ngandelin satu jenis konten doang, siap-siap deh audiens bosen duluan. Coba deh campur-campur: artikel panjang, video kece, infografis yang gampang dicerna, atau malah kuis interaktif yang seru-seruan.
Kenapa? Karena tiap orang punya cara belajar dan nikmatin konten yang beda-beda. Jadi, kita jangkau semua tipe audiens, baik yang serius di B2B atau yang santai di B2C.
Contohnya Dropbox nih, mereka pakai kuis kepribadian buat nyari perhatian marketer B2B. Hasilnya? Lead naik 220%! Keren kan? Bukti nyata kalau format konten yang unik dan fun itu bisa banget ngangkat engagement dan hasil.
Konten Berkualitas: Fokus ke Pengguna
Konten yang kamu bikin tuh harus bener-bener ngasih manfaat nyata buat orang yang baca. Gampang dimengerti, dan bikin hidup mereka jadi lebih gampang.
Jangan lupa juga soal hal teknis, ya. Misal, loading website harus ngebut, dan tampilannya oke di hape. Soalnya kalau loading lemot, pengunjung bisa kabur sebelum sempat baca, sayang banget kan?
Coba deh bandingin artikel kamu sama yang udah ada di Google. Apakah sudah lengkap? Solusinya nendang nggak? Dan tampilannya nyaman buat mata? Kalau belum, fix harus dibenahi.
Jadi, kalau kamu fokus bikin pengalaman yang asik buat pembaca, otoritas situs kamu bakal naik, dan orang bakal gampang nemuin solusi lewat kontenmu.
Intinya, bikin konten buat manusia, bukan buat robot Google doang.
Penutup
Nah, sekarang kamu udah paham kan, strategi SEO buat B2B dan B2C itu nggak bisa disamain begitu aja. Harus nyesuain sama siapa yang mau kamu sapa.
Ingat ya, Dropbox aja bisa naik lead sampai 220% cuma karena pakai konten yang nyentuh sisi emosional. Jadi, bukan cuma soal angka atau kata kunci doang.
Yang penting, kamu bisa nge-klik sama kebutuhan dan rasa penasaran audiens kamu. Kalau kamu kasih konten yang berkualitas dan riset yang pas, naik ranking di Google bukan cuma angan-angan lagi.
Yuk, mulai praktekin sekarang! Kita sama-sama gas pol biar website kamu makin kinclong di mesin pencari!
Tinggalkan komentar